DEMI MENUNTUT ILMU BIARLAH MENANGIS SEKARANG DARIPADA MENYESAL KEMUDIAN
Memiliki anak yang sholeh Sholehah dan berbakti pada orang tua adalah dambaan setiap orang, karena anak seperti ini adalah asset dan investasi masa depan dunia akhirat para orang tua dimanapun. Dan pesantren menjadi tujuan utama dalam mendidik dan membentuk anak sesuai dengan impian bersama tersebut.
Sayangnya, banyak orang tua yang tidak kuat mental ketika mengirimkan anaknya menuntut ilmu jauh dari kampung. Mereka mengira akan sama saja dengan menyekolahkan anak dekat-dekat rumah.
Akhirnya, sebagian dari wali santri gagal, putus dijalan karena hatinya belum kokoh. Untuk itu, melalui halaman ini saya ingin memotivasi para orang tua atau calon wali santri untuk mempersiapkan hal-hal berikut saat memondokkan putra-putri mereka.
Tips sederhana yang biasa kami anjurkan kepada setiap orang tua yang mengirimkan anaknya ke Pondok Pesantren,
Kita mengenalnya dengan di singkat dengan istilah TITIP.
1. Tega
Huruf T yang pertama adalah Tega. Orang tua harus tega meninggalakan anaknya di pondok. Biasanya para ibu punya sindrom gak tegaan.
Yakinkan pada diri anda bahwa di pesantren putra-putri ibu di didik bukan dibuang, diedukasi bukan dipenjara. Harus tega, karena pesantren adalah medan pendidikan dan perjuangan.
Yakinlah keadaan anak bapak jauh lebih baik dibanding keadaan saat Nabi Ibrahim alaihissalam meninggalkan putranya di gurun yang tandus tidak ada pohon sekalipun.
ربنا إني أسكنت من ذريتي بواد غير ذي زرع …
Ya Tuhan kami, sesungguhnya aku telah menempatkan sebahagian keturunanku di lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman … (Ibrahim [14]: 37)
2. Ikhlas
“I”… ikhlas. Sebagaimana kita sadar, bahwa anak kita dididik, dan diajar, kita juga harus ikhlas purta-putri kita menjalani proses pendidikan itu; dilatih, ditempa, diurus, ditugaskan, disuruh hafalan, dibatasi waktu tidurnya, dan sebagainya.
Kalau merasa anak anda dibuat tidak senyaman hidup dirumah, silakan ambil anak itu serkarang juga.
Pondok bukan funduk (hotel), pesantren tidak menyediakan pesanan. Lagi pula, guru dan ustadz belum tentu dibayar dari uang kita.
3. Tawakkal
Huruf T kedua adalah Tawakkal. Setelah menetapkan hati untuk tega dan ikhlas, serahkan semua pada Alloh.
Berdoalah! Karena pondok pesantren bukan tukang sulap, yang dapat mengubah begitu saja santri-santrinya. Kita hanya berusaha, Alloh swt mengabulkan doa.
Doa orang tua pada anaknya pasti dikabulkan. Minta juga anak untuk rajin berdoa karena doa penuntut ilmu mustajab.
4. Ikhtiar
Untuk poin ini yang utama adalah dana. Tidak semua pondok merupakan lembaga amal. Banyak pondok yang tidak menggaji ustadznya, masa’ harus dibebani dengan membiayai santrinya juga.
Imam Syafi’i sendiri berpesan mengenai syarat menuntut ilmu adalah dirham (baca: uang/rupiah). Insyallah, semua yang dibayarkan bapak-ibu 100% kembali pada anak-anak.
5. Percaya
Yang terakhir, Percaya. Percayalah bahwa anak bapak-ibu dibina, betul-betul dibina. Semua yang mereka dapatkan di pondok adalah bentuk pembinaan. Jadi kalau melihat anak-anakmu diperlakukan bagaimanapun, percayalah itu adalah bentuk pembinaan.
Jadi, jangan salah paham, jangan salah sikap, jangan salah persepsi.
Jangan sampai, ketika ibu-bapak berkunjung menjenguk anak, kebetulan melihat putra-putrinya sedang mengangkut sampah, kemudian wali santri mengatakan “ngak bener nih pondok, anak saya ke sini untuk belajar, bukan jadi pembantu.
Ketahuilah bapak, ibu… putra-putrimu pergi ke pesantren untuk kembali sebagai anak berbakti. Jangan beratkan langkah mereka dengan kesedihanmu. Ikhlaskan, semoga Alloh rahmati jalan mereka.
sabda Nabi Muhammad saw.
زر غبا تزدد حبا
Bertemulah jarang-jarang agar cinta makin berkembang.
Semoga Alloh jadikan anak-anak kita anak yang sholeh dan sholehah
Penulis KH. Abdul Mun’im Syadzili,
Pengasuh Pondok Pesantren Salaf Qur’an Asy Syadzili Pakis Malang
Bacaan di Jurnal:
Analisis Kritis terhadap Isu Negatif Abu Hurairah dan Ibnu Abbas dalam Israiliyyat
Strategi Kepemimpinan Ketua STIQ Dalam Pusaran Manajemen Pesantren
Tradisi Arebbe dalam Masyarakat Situbondo
Konsep Percaya Diri Dalam Al Qur’an Dan Implikasinya Terhadap Kehidupan Manusia